BAB I
PEDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara etimologi peserta didik adalah anak didik yang mendapat pengajaran ilmu. Secara terminologi, peserta didik adalah anak didik atau individu yang mengalami perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan arahan dalam membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari struktural proses pendidikan. Dengan kata lain, peserta didik adalah seorang individu yang tengah mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental maupun fikiran. Sebagai individu yang tengah mengalami fase perkembangan, tentu peserta didik tersebut masih banyak memerlukan bantuan, bimbingan dan arahan untuk menuju kesempurnaan. Berdasarkan hal tersebut, secara singkat dapat dikata-kan bahwa setiap peserta didik memiliki eksistensi atau kehadiran dalam sebuah lingkungan, seperti halnya sekolah, keluarga, dan lingkungan masyarakat. Setiap peserta didik memiliki hak dan tanggung jawab tersendiri yang nantinya akan mempengaruhi perkembangan mereka dalam proses pendidikan .
B. Rumusan Masalah
Untuk membahas tentang hak dan kewajiban seorang peserta didik dengan mengangkat tema Peserta Didik Dalam Perspektif Islam, terdapat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Siapakah peserta didik dalam perspektif islam?
2. Apakah kebutuhan seorang peserta didik?
3. Dimensi apa yang mempengaruhi perkembangan peserta didik?
4. Sampai dimana tingkatan intelegensi seorang peserta didik?
5. Apa saja etika yang harus dimiliki seorang peserta didik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Peserta Didik
Peserta didik bukanlah miniatur orang dewasa yang memiliki dunianya sendiri. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.[1] Di dalam proses pendidikan, seorang peserta didik yang berpotensi adalah objek atau tujuan dari sebuah sistem pendidikan yang secara langsung berperan sebagai subjek atau individu yang perlu mendapat pengakuan dari lingkungan sesuai dengan keberadaan individu itu sendiri. Sehingga dengan pengakuan tersebut, seorang peserta didik akan mengenal lingkungan dan mampu berkembang, bertanggung-jawab serta membentuk kepribadian sesuai dengan lingkungan yang dipilihnya. Seorang peserta didik memiliki kemauan keras untuk berkembang dan menjadi diri sendiri, dan di sisi lain mereka juga merupakan makhluk yang lemah dan tak berdaya.[2] Sehingga agar seorang pendidik mampu membentuk peserta didik yang berkepribadian dan dapat mempertanggung-jawabkan sikapnya, maka seorang pendidik harus mampu memahami peserta didik beserta segala karakteristiknya. Adapun hal-hal yang harus dipahami adalah kebutuhan, dimensi-dimensi, intelegensi, dan Kepribadiannya.[3]
B. Kebutuhan Peserta Didik
Kebutuhan peserta didik adalah suatu kebutuhan yang harus didapatkan oleh peserta didik untuk mendapat kedewasaan ilmu. Kebutuhan peserta didik tersebut wajib dipenuhi atau diberikan oleh pendidik kepada peserta didiknya. Ada 8 kebutuhan peserta didik yang harus dipenuhi, yaitu:
a) Kebutuhan Fisik. Fisik seorang peserta didik selalu mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Mulai masa kanak-kanak, masa mulai mendapatkan pendidikan formal, dan masa pubertas atau kedewasaan. Pada usia ini seorang peserta didik mengalami masa yang penuh dengan pengalaman (terutama pada masa pubertas) yang secara tidak langsung akan membentuk kepribadian peserta didik itu sendiri. Bimbingan, arahan, dan tuntunan yang tepat pada akhirnya akan mampu menciptakan peserta didik yang bertanggung-jawab dalam kehidupan dan masyarakat.
b) Kebutuhan Sosial. Kebutuhan yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Kebutuhan ini digunakan untuk memberi pengakuan pada peserta didik yang pada hakekatnya adalah seorang individu yang ingin diterima eksistensinya dalam lingkungan masyarakat.
c) Kebutuhan untuk mendapatkan status. Kebutuhan untuk mendapatkan tempat dalam suatu lingkungan. Hal ini sangat dibutuhkan oleh peserta didik terutama pada masa pubertas, dengan tujuan untuk menumbuhkan rasa percaya diri, mandiri, dan membentuk identitas diri dalam lingkungan masyarakat.
d) Kebutuhan mandiri. Kebutuhan untuk membentuk kepribadian secara bebas berdasarkan pengalaman. Karena pembentukan kepribadian yang berdasarkan pengalaman itulah yang menyebabkan para peserta didik harus dapat bersikap mandiri, dengan tujuan untuk menghilangkan rasa ketidak-percayaan dari orang tua atau pendidik. Karena ketika seorang peserta didik terlalu mendapatkan kekangan, hal itu akan sangat menghambat daya kreatifitas dan kepercayaan diri untuk berkembang.
e) Kebutuhan untuk berprestasi. Kebutuhan ini harus diawali dengan kebutuhan mandiri dan mendapatkan status. Karena kedua hal tersebut yang akan menuntun langkah peserta didik untuk mendapatkan prestasi.
f) Kebutuhan ingin disayang dan dicintai. Kebutuhan ini sangat berpengaruh terhadap pembentukan mental dan prestasi seorang peserta didik
g) Kebutuhan untuk sharing. Dengan tujuan untuk mengurangi beban masalah yang dihadapi, khususnya pada masa pubertas.
h) Kebutuhan untuk memiliki filsafat hidup. Filsafat hidup erat kaitannya dengan agama, karena agama lah tujuan dari filsafat hidup sebenarnya. Agama adalah fitrah yang diberikan Allah SWT dalam kehidupan manusia, sehingga tatkala seorang peserta didik mengalami masa kanak-kanak, ia telah memiliki rasa iman, ketika beranjak dewasa, ia mulai berfikir siapa yang menciptakan, dan siapa yang dapat memberikan perlindungan kepadanya. Namun iman ini dapat menurun, tergantung bagaimana ia beribadah. Pendidikan agama memperhatikan kebutuhan-kebutuhan biologis dan psikologis peserta didik. Karena ajaran agama yang sudah dihayati, diyakini, dan diamalkan oleh peserta didik, akan dapat mewarnai seluruh aspek kehidupannya. [4]
C. Dimensi-Dimensi Peserta Didik
Pada hakekatnya dimensi adalah salah satu media yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk membentuk diri, sikap, mental, sosial, dan kepribadian di masa yang akan datang (kedewasaan). Ada 7 dimensi yang dibutuhkan oleh peserta didik, antara lain: [5]
1. Dimensi fisik (jasmani).
Fisik manusia terdiri dari dua unsur, yaitu unsur biotik dan abiotik. Manusia sebagai peserta didik memiliki proses penciptaan yang sama dengan makhluk lain seperti hewan. Namun yang membedakan adalah manusia lebih sempurna dari hewan, hal ini dikarenakan manusia memiliki nafsu yang dibentengi oleh akal sedangkan hewan hanya memiliki nafsu dan insting bukannya akal.
ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr& 5OÈqø)s? ÇÍÈ
Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. Attin :4).
2. Dimensi Akal.
Akal dibagi menjadi menjadi dua macam yaitu :
a. Aql Al-Maqthu’: yaitu akal yang merupakan pancaran dari Allah SWT sebagai fitrah Illahi.
b. Aql al-masmu: yaitu akal yang merupakan kemampuan menerima yang dapat dikembangkan oleh manusia. Akal ini tidak dapat dilepaskan dari diri manusia, karena digunakan untuk menggerakkan akal maqthu untuk tetap berjalan di jalan Allah.[6]
Akal mempunyai fungsi untuk menahan nafsu, sebagai petunjuk yang membedakan hidayah dan kesesatan, dan sebagai pandangan batin yang tembus melebihi penglihatan mata.[7] Akal pada diri manusia tidak dapat berdiri sendiri, ia membutuhkan bantuan qolb (hati) agar dapat memahami sesuatu yang bersifat ghoib seperti halnya ketuhanan, mu’jizat, wahyu. Akal yang seperti ini adalah potensi dasar yang ada pada diri manusia sejak lahir. Potensi ini perlu mendapatkan bimbingan serta didikan agar tetap mampu berkembang ke arah positif.
3. Dimensi Keberagaman.
Manusia mempunyai fitrah sebagai makhluk yang memiliki kepercayaan akan adanya tuhan sejak lahir. Dalam agama Islam diyakini bahwa, pada saat janin manusia berada dalam kandungan seorang ibu, dan ketika ditiupkan nyawa kedalam janin tersebut oleh Sang Khaliq, maka janin mengatakan bahwa aku akan beriman kepada-Mu (Allah).
øÎ)ur xs{r& y7/u .`ÏB ûÓÍ_t/ tPy#uä `ÏB óOÏdÍqßgàß öNåktJÍhè öNèdypkôr&ur #n?tã öNÍkŦàÿRr& àMó¡s9r& öNä3În/tÎ/ ( (#qä9$s% 4n?t/ ¡ !$tRôÎgx© ¡ cr& (#qä9qà)s? tPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# $¯RÎ) $¨Zà2 ô`tã #x»yd tû,Î#Ïÿ»xî ÇÊÐËÈ
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keEsaan Tuhan)” (Al – A’raf : 172).
4. Dimensi Akhlak
Akhlak menurut pengertian Islam adalah salah satu hasil dari iman dan ibadah, karena iman dan ibadah manusia tidak sempurna kecuali diiringi dengan akhlak yang mulia. Ciri akhlak dalam Islam antara lain yaitu, bersifat menyeluruh, menghargai manusia yang terdiri dari berbagai dimensi dan realistis.[8] Pendidikan akhlak mulai diberikan sejak manusia lahir kedunia, dengan tujuan untuk membentuk manusia yang bermoral baik, bijaksana, dan sopan. Dan pendidikan akhlak akan dapat terbentuk dari adanya pengalaman pada diri peserta didik.
5. Dimensi Rohani (Kejiwaan)
Dimensi ini harus dapat mengendalikan keadaan manusia untuk hidup bahagia, sehat, merasa aman dan tenteram. Penciptaan manusia tidak akan sempurna sebelum ditiupkan oleh Allah sebagian ruh baginya. Allah SWT berfirman dalam Qs Al-Hijr:29 yang berbunyi:
#sÎ*sù ¼çmçF÷§qy àM÷xÿtRur ÏmÏù `ÏB ÓÇrr (#qãès)sù ¼çms9 tûïÏÉf»y ÇËÒÈ
Artinya:
“Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadaNya dengan bersujud.”
6. Dimensi Seni (Keindahan)
Allah telah menghadirkan dimensi ini di dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an memiliki kandungan nilai seni yang sangat mulia nan indah. Hal ini karena Al-Qur’an adalah ekspresi dari Allah SWT untuk memberikan kebijakan dan pengetahuan kepada seluruh semesta Alam. Sehingga kesastraan yang terdapat di dalam Al-Qur’an benar-benar menunjukkan kehadiran Illahi di dalam mu’jizat yang bersifat universal ini. Allah SWT berfirman dalam Qs:An Nahl: 6, yang berbunyi:
öNä3s9ur $ygÏù îA$uHsd úüÏm tbqçtÌè? tûüÏnur tbqãmuô£n@ ÇÏÈ
Artinya:
“Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan.”
7. Dimensi sosial.
Dimensi sosial bagi manusia sangat erat kaitannya dengan sebuah golongan, kelompok, maupun lingkungan masyarakat. Lingkungan terkecil dalam dimensi sosial adalah keluarga, yang berperan sebagai sumber utama peserta didik untuk membentuk kedewasaan. Dalam dimensi sosial, peserta didik harus mampu menjalin ikatan yang dinamis antara keperntingan pribadi dengan kepentingan sosial. Ikatan sosial yang kuat akan mendorong setiap manusia untuk peduli akan orang lain, menolong sesama serta menunjukkan cermin keimanan kepada Allah SWT.
D. Tingkat Intelegensi Pesert Didik
Secara bahasa, intelegensi dapat diartikan dengan kecerdasan, atau kemampuan. Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia, intelegensi adalah daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan mempergunakan alat-alat berpikir menurut tujuan dan kecerdasannya. Berdasarkan pengertian tersebut, jelaslah bahwa intelegensi peserta didik adalah kecerdasan yang dimiliki peserta didik yang digunakan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru berdasarkan tingkat kecerdasan dan tujuan. Sehingga intelegensi atau kecerdasan dalam pendidikan Islam dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu : kecerdasan intelektual, emosional, spiritual,dan kecerdasan Qalbiyah.
1. Kecerdasan intelektual. Kecerdasan yang berhubungan dengan pengembangan tingkat kemampuan dan kecerdasan otak, logika atau IQ. Ramayulis dalam bukunya menyatakan, kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang menuntut pemberdayaan otak, hati, jasmani, dan pengaktifan manusia untuk berinteraksi secara fungsional dengan yang lain.[9]
2. Kecerdasan Emosional. Adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, menjaga akan beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati dan berdo’a. [10]
Secara umum kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual saling berkaitan satu sama lain. Jika kecerdasan intelektual yang dihasilkan otak kiri digunakan untuk berfikir, maka kecerdasan emosional yang dihasilkan oleh otak kanan digunakan untuk memberikan motivasi. Sehingga dengan adanya kecerdasan dalam diri peserta didik, akan mampu memotivasi dirinya sendiri untuk melakukan hal yang bersifat positif. Ciri-ciri kecerdasan emosional antara lain: respon yang cepat namun ceroboh, mendahulukan perasaan daripada fikiran dan realitas yang ditentukan oleh keadaan.[11] Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional yang bekerja secara acak tanpa pemikiran yang logis, dikhawatirkan malah akan mendorong peserta didik untuk melakukan hal negatif atau sesuatu yang monoton (tidak berkembang).
3. Kecerdasan Spiritual. Kecerdasan spiritual pada diri manusia berorientasi pada dua hal, yakni hal yang bersifat duniawi dan agama. Ketika seseorang mengorientasikan kecerdasan spiritual ke dalam suatu yang bersifat duniawai, maka yang hadir dalam dirinya adalah bagaimana ia dapat memaknai dan mengelola nilai-nilai kehidupan, bukan untuk menentukan atau memilih keyakinan dan kepercayaan akan suatu agama.
4. Kecerdasan Qalbiyah. Kemampuan manusia untuk memahami kalbu dan mengungkapkan isi hati dengan sempurna sehingga dapat menjalin hubungan moralitas yang sempurna antara manusia dan ubudiyah.
E. Etika Peserta Didik
Etika peserta didik adalah seuatu yang harus dipenuhi dalam proses pendidikan. Peserta didik memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan. Menurut Al-Ghozali ada beberapa kewajiban peserta didik, yaitu :
1. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqorub kepada Allah SWT.
2. Bersikap tawadhu’, dan tunduk pada nasehat pendidik atau orang tua.
3. Mempelajari ilmu – ilmu yang terpuji, baik duniawi maupun ukhrowi.
4. Belajar secara bertahap, dan mempelajarinya hingga selesai
5. Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.[12]
Agar peserta didik mendapatkan keridhoan dari Allah SWT dalam menuntut ilmu, maka peserta didik harus mampu memahami etika yang harus dimilikinya, yaitu :
1. Membersihkan hati sebelum menuntut ilmu.
2. Belajar untuk menghiasi ruh dengan berbagai sifat keutamaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peserta didik adalah individu yang mengalami perkembangan dan perubahan, sehingga ia harus mendapatkan bimbingan dan arahan untuk membentuk sikap moral dan kepribadian. Kebutuhan peserta didik yang berupa kebutuhan fisik, sosial, mendapatkan status, mandiri, berprestasi, ingin disayangi dan dicintai, curhat, dan mendapatkan filsafat hidup harus dipenuhi oleh pendidik untuk menunjang perkembangan dan pembentukan sikap moral peserta didik sebagai insan kamil. Peserta didik memiliki beberapa dimensi penting yang akan mempengaruhi perkembangannya. Dimensi ini harus diperhatikan secara baik oleh pendidik dalam rangka mencetak peserta didik yang berakhlak mulia dan dapat disebut sebagai insan kamil. Peserta didik akan melampaui kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual ketika ia telah mencapai tingkatan ilmu yang melibihi tingkatan kecerdasan qalbiyah, yaitu kecerdasan agama. Etika peserta didik dalam proses pendidikan islam sangatlah berperan penting dalam proses perkembangan dan pencapaian peserta didik sebagai insan kamil.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi, dkk, Ilmu Pendidikan Cetakan ke II, Jakarta, PT Rineka Cipta, 2006.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 2006.
SuprionoWidodo, Filsafat Manusia dalam Islam, Yogyakarta, Pustaka Belajar, 1996.
Daniel Golmen, Kecerdasan emosional Edisi Terjemahan Cetakan Ke 9,Jakarta, Gramedia,1999
[1] Ramayulis,Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta,Kalam Mulia,2006),77
[2] Drs Abu Ahmadi,Ilmu Pendidikan Cetakan ke II, (Jakarta, PT.Rihana Cipta,2006),40
[3] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta, Kalam Mulia,2006),78
[4] Ibid, 81
[5]Widodo Supriono, Filsafat Manusia Dalam Islam, Reformasi Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta,Pustaka Belajar,1996),171
[6] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta, Kalam Mulia,2006), 85
[7]Ibid,86
[9] Ibid,97
Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
0 comments:
Post a Comment